Peneng Sepeda

Wasila

Kamu pasti tahu trend yang akhir-akhir ini dilakukan banyak orang di tengah pandemi Covid 19 bukan? Ya bener sekali, saat ini bersepeda atau gowes menjadi kegiatan yang digandrungi banyak orang. Hal itu dilakukan untuk menghilangkan kebosanan ketika di rumah aja.

Namun, kamu tahu tidak dengan istilah “Peneng Sepeda”? Ternyata di zaman dahulu, pesepeda juga diwajibkan membayar pajak atau peneng. Akhir-akhir ini juga terdengar kabar akan adanya isu pembayaran pajak bagi pesepeda.Nah, karena isu ini cukup relatable dengan peneng yang diterapkan di zaman dahulu, jadi simak yuk ulasan dari peneng berikut.

Apa itu Peneng Sepeda?

Apa itu Peneng Sepeda
Sumber: ngalam.co

Istilah “peneng” berasal dari bahasa Belanda “Penning” yang artinya iuran. Jadi, pajak sepeda ini merupakan warisan dari sistem kolonial yang masih dilakukan pemerintah Indonesia pada zaman dulu.

Sejarah Peneng sepeda juga dijelaskan pada beberapa sumber. Salah satunya pada tahun 1950-an dalam kisah dari Firman Lubis yang berjudul Jakarta 1950-an: Kenangan Semasa Remaja (2008:126). Tentunya masih ada sumber sejarah lain yang menjelaskan sistem kolonial pajak sepeda ini yang akan di bahas lebih lanjut di bawah ini.

Sejarah Peneng Sepeda

Sejarah Peneng Sepeda
Sumber: majalahpajak.net

Dalam kisah  Jakarta 1950-an: Kenangan Semasa Remaja oleh Firman Lubis dijelaskan bahwa di tahun 1950-an, orang-orang membayar pajak sepeda di balai kota dengan biaya sekitar 5 sampai 10 rupiah. Selanjutnya, orang yang sudah membayar pajak tersebut akan diberikan peneng yang ditempelkan pada batangan muka sepeda.

Dikisahkan di buku lainnya yaitu kisah dari Mien yang merupakan aktris Indonesia era 80-an. Kisah tersebut berjudul Setelah Angin Kedua: Biografi Mien Brodjo yang merupakan biografi dari Mien. Pada kisah tersebut dijelaskan bahwa sejak Mien kecil, rumahnya dipenuhi orang yang hendak membayar pajak sepeda. Hal ini dikarenakan ayah Mien merupakan kepala jawatan pajak di sebuah kecamatan atau dikenal dengan Mantri Pamicis.

Baca Juga :  3 Keuntungan Menjadi Distributor Stretch Film

Baca juga: Harga Sepeda MTB Polygon

Dalam biografinya, Mien mengungkapkan bahwa orang yang telah membayar pajak sepeda akan diberikan peneng dan ditempelkan pada bagian depan sepeda. Selain umum pada masa colonial Belanda, peneng juga terus diberlakukan pada masa penjajahan Jepang, yang mana uang peneng sepeda tersebut dijadikan sebagai biaya tambahan untuk peperangan.

Peneng Sepeda di Masa Kini

Peneng Sepeda di Masa Kini
Sumber: wiblog.com

Dalam buku Melihat Indonesia dari Sepeda, diungkapkan bahwa pebayaran pajak sepeda masih berjalan hingga tahun 1970-an. Namun, besar pajak antar kota nominalnya berbeda-beda sekaligus memberatkan warganya. Sehingga, kerap banyak warga yang menghindari razia pajak yang disebut cagatan, hal ini banyak terjadi di Yogyakarta yang mana besar pajaknya cukup besar saat itu yaitu 50 rupiah.

Beranjak ke penghujung taun 1970, sepeda motor mulai memasuki Indonesiadan cukup banyak dikendarai oleh masyarakat luas. Hal ini membuat pemerintah mulai memungut pajak sepeda motor sekaligus membuka pintu selebar-lebarnya bari para investor asing. Dikarenakan hal ini, penarikan peneng sepeda jadi mulai berkurang. Akan tetapi, hingga tahun 1990-an masih terdapat di beberapa kota yang menariki pembayaran pajak.

Di masa kini, isu pembayaran peneng sepeda pun kembali mencuat ketika trend bersepeda kembali muncul di tengah pandemi COVID 19 ini. Trend ini berkembang dikarenakan kebanyakan orang mencari kegiatan untuk mengalihkan rasa bosannya dengan aturan di rumah saja dengan bersepeda dan kegiatan berolahraga lainnya. Akan tetapi, isu itu tidak dibenarkan oleh Kemenhub.

Baca juga: Harga Sepeda Santa Cruz

Nah, itu tadi sejarah peneng sepeda yang pernah ada di masa kolonial hingga tahun 1990-an. Jadi, gimana nih menurutmu kalau peneng sepeda atau pajak sepeda ini diberlakukan kembali? Setuju atau tidak nih kalian?

Baca Juga :  Yuk Ketahui Harga Mobil Vellfire

Artikel Terkait

Bagikan: